Akhir-akhir ini, dunia pendidikan kita terasa miris ketika mendengar dan
melihat anak-anak didik melakukan kekerasan serta aksi yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh seorang pelajar.
Berangkat dari situ, para pakar pendidikan berpikir ulang solusi apa
yang harus di buat ketika melihat anak bangsa mempunyai perilaku yang
tidak seharusnya dilakukan oleh seorang pelajar.
Serta untuk
memfilter anak didik kita dari perilaku yang bisa dikatakan
’’menyimpang’’ yang disebabkan oleh banyak faktor, baik internal maupun
eksternal. Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus mengerti dulu apa
itu pendidikan karakter? Pendidikan karakter adalah suatu penanaman
nilai-nilai kepada warga sekolah. Yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai
tersebut. Baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa maupun diri sendiri, sesama,
lingkungan, dan kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Jelas sekali
bahwa penanaman nilai-nilai dan norma-norma pada anak didik serta
komponen pendidikan yang lain merupakan suatu penekanan dalam pendidikan
karakter tersebut. Adanya sebuah streching point yang ada dalam
pendidikan karakter tersebut diharapkan akan menjadi sebuah barometer
dan tujuan yang akan dicapai.
Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua stakeholder harus dilibatkan termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri. Yaitu, isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, serta etos kerja seluruh
warga di lingkungan sekolah.
Semua komponen di sekolah harus
saling mendukung dan bahu membahu secara kesadaran penuh untuk
menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter dimulai dari diri sendiri
maupun lingkungan sekolah bahkan masyarakat secara luas. Pembinaan
karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai
serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Namun permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah-sekolah sekarang
ini masih pada tataran pengenalan nilai-nilai dan norma-norma dan belum
pada tataran internalisasi dan implementasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ini merupakan sebuah pekerjaan rumah bagi kita selaku pendidik dan
orang tua untuk menanamkan nilai-nilai dan norma pada anak-anak didik
kita, dan harus dimulai dari diri sendiri tentunya.
Jika
merujuk kepada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri dari
pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi
dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan warga dan
lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan
kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta
didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari atau
sekitar 30% selebihnya 70% peserta didik berada pada lingkungan keluarga
dan sekitarnya.
Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu,
pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sekitar 30% hasil pendidikan
peserta didik. Keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting dalam
membangun dan memupuk nilai-nilai dan norma-norma keagamaan dan sosial
yang akan menjadi filter yang kuat dalam diri mereka sehingga tidak
terlalu terbawa dalam hal-hal yang negatif.
Namun melihat
realitas sosial yang ada, pendidikan informal belum memberikan
kontribusi yang berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan
pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang
tua yang relatif tinggi, dan kurangnya pemahaman orang tua dalam
mendidik anak dalam keluarga, pengaruh di lingkungan sekitar, serta
pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap
perkembangan dan hasil belajar peserta didik.
Salah satu
alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui
pendidikan karakter terpadu. Yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan
pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di
sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu
dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar akan dicapai, terutama
dalam pembentukan karakter peserta didik.
Pembentukan
karakter anak harus dimulai sejak dini sebab ketika masih kecil
penanaman nilai dan norma belum terlalu banyak kendala yang berarti.
Sehingga apa yang kita berikan kepada anak akan cepat terserap dalam
memori si anak. Orang sering bilang ’’belajar di waktu kecil bagai
mengukir di atas batu, tapi belajar ketika dewasa bagai mengukir diatas
air’’. Ini menunjukkan bahwa betapa masih polosnya anak dan tergantung
didikan orang tuanyalah bagaimana ia terbentuk. Ketika anak masih kecil
ia menjadi ’’peniru yang ulung’’ bagi siapa saja yang ia lihat. Ketika
ajaran moral yang ia banyak rasakan maka dengan sendirinya ia akan
mengikuti dan menyimpan di memori otaknya tetapi ketika tindakan
kekerasan atau perilaku menyimpang lainnya yang ia sering lihat tanpa
diajari pun, ia akan meniru perilaku tersebut.
Anak bagaikan
kertas putih yang belum tergores oleh apa pun. Sehingga, ia akan sangat
mudah menyerap apa yang ia lihat dan rasakan. Lingkungan keluarga
merupakan sekolah pertama yang ia dapatkan dan peran orang tua sangat
dominan tentunya dalam kehidupannya. Lingkungan tempat di mana ia
tinggal salah satu yang mempengaruhinya di mana ia bermain dengan
teman-temannya, pergaulan dengan teman yang baik tentunya akan berdampak
positif begitu juga sebaliknya pergaulan dengan orang-orang yang
berperilaku buruk sedikit banyaknya akan berpengaruh juga dalam
kehidupannya.
Lingkungan merupakan salah satu faktor penting
dalam membentuk karakter seseorang di mana perilaku dan arahan dari
teman sejawat sangat berpengaruh pada pribadinya. Seseorang yang tinggal
di lingkungan yang kondusif akan memengaruhi tata cara berpikir dan
tingkah lakunya. Seseorang yang berada di lingkungan terpelajar tentunya
akan berbeda tingkah lakunya seseorang yang tinggal di jalanan atau di
terminal. Di mana, perilaku seseorang cenderung keras dan susah diatur.
Sesuai
dengan tujuannya pendidikan karakter untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter tersebut
diharapkan siswa mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya mengkaji dan menginternalisasi serta memersonalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku
sehari- hari.
Pendidikan karakter ini sangat penting
diterapkan di sekolah maupun lembaga sosial lainnya agar terbentuk
tatanan nilai dan norma-norma sosial keagamaan yang baik sekaligus
merupakan jawaban dari aksi-aksi kekerasan dalam dunia pendidikan, dan
ini memfilter siswa dari perilaku-perilaku negatif.
1 Response to Perlukah pendidikan karakter?
Thanks gan udah share , blog ini sangat bermanfaat .............................
bisnistiket.co.id
Posting Komentar